Rabu, 02 Juni 2010


LAPORAN RBL (Research Based Learning)

MENENTUKAN KONSTANTA PEGAS MENGGUNAKAN PEGAS TEKAN DAN TARIK DENGAN DIAMETER YANG DIVARIASIKAN
Oleh:
Dedi Efendi (NIM. 90209030)
Ali Umar Dhani (NIM. 90209031)
Aan Sugiyanto (NIM. 90209032)

Pembimbing:
Dr. Siti Nurul Khotimah

Program Magister Pengajaran Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
Jalan Ganeca 10 Bandung 40132

ABSTRAK

Percobaan ini bertujuan untuk memahami cara mengukur dan menentukan konstanta pegas menggunakan pegas tekan dan tarik dengan diameter yang divariasikan, menunjukkan ada tidaknya hubungan antara massa beban dengan konstanta pegas, serta menganalisa hubungan antara konstanta pegas dengan diameter pegas. Percobaan dilakukan dengan menggunakan teknik percobaan hukum Hooke untuk pegas dengan diameter berbeda. Dari percobaan dapat disimpulkan bahwa besarnya konstanta pegas dapat ditentukan dengan cara menarik atau menekan pegas, dan ternyata percobaan dengan menarik pegas lebih mudah dibandingkan dengan cara menarik pegas. Untuk hubungan massa dengan konstanta pegas ternyata variasi massa tidak berpengaruh signifikan terhadap konstanta pegas. Hubungan antara konstanta pegas dengan diameter menunjukkan besarnya konstanta pegas sebanding dengan minus pangkat tiga diameter pegas (atau k=CD^(-3)), dengan C=(Gd^4 )/(8n_a ).

Key word: diameter pegas, hukum Hooke, konstanta pegas

Tujuan
Memahami cara mengukur tegangan dan regangan pegas dengan cara menekan dan menarik pegas, serta membandingkan hasilnya.
Mampu menghitung besarnya konstanta pegas
Menunjukkan ada tidaknya hubungan antara massa beban dengan konstanta pegas
Mampu menganalisa hubungan antara konstanta pegas dengan diameter pegas

ALAT DAN BAHAN
Pegas dengan diameter: 1,5 cm; 2 cm; 2,5 cm; 3 cm; dan 3,5 cm masing-masing 2 buah untuk pegas tarik dan tekan
1 buah statif
6 buah beban masing-masing 0,5 kg
6 buah beban masing-masing 1 gram
1 buah mistar
1 buah jangka sorong
1 buah Neraca
3 buah penyangga pegas

Dasar Teori
Elastisitas adalah kemampuan bahan untuk kembali ke bentuk semula. Benda yang memiliki sifat seperti ini disebut dengan benda elastis, sedangkan benda yang tidak memiliki sifat ini disebut dengan benda plastis.
Terdapat tiga hal yang perlu diketahui untuk memahami tentang konsep elastisitas ini yaitu tegangan, regangan, dan modulus elastisitas (modulus Young).
Tegangan (Stress)
Tegangan dalam pegas didefinisikan sebagai hasil bagi antara gaya (F) yang diberikan pada pegas dengan luas penampangnya (A).
σ= F/A
dengan
 = tegangan (Nm-2)
F = gaya yang diberikan (N)
A = luas penampang pegas (m2).
Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa besarnya tegangan pada hakikatnya adalah besarnya tekanan yang dialami oleh pegas karena apabila diperhatikan bentuk persamaan dan besaran dalam persamaan tersebut sama dengan persamaan tekanan pada benda.

Regangan (strain)
Regangan merupakan besarnya hasil bagi antara pertambahan panjang karena gaya yang diberikan pada pegas dengan panjang mula-mula.
e= ∆L/L
dengan
e = skala regangan
L = pertambahan panjang (m)
L = panjang mula-mula (m).
Satuan pertambahan panjang (L) dengan panjang mula-mula (L) harus sama.

Modulus Young
Modulus Young atau disebut juga modulus elastisitas, adalah deskripsi matematis atas kecenderungan benda untuk mengalami perubahan bentuk. Ini adalah rasio deformasi elastis (perubahan bentuk peregangan sementara sehingga pegas dapat kembali ke bentuk semula) dengan deformasi plastis (perubahan bentuk peregangan sehingga pegas tidak dapat kembali dalam bentuk semula).
E = tegangan/regangan
= σ/e
= (F/A)/(∆L/L)
E = FL/A∆L
atau
F/A = E ∆L/L
dengan
E = modulus elastisitas (Nm-2 atau Pa)
 = tegangan (Nm-2)
F = gaya yang diberikan (N)
A = luas area penampang (m2)
e = skala regangan
ΔL = besar perubahan panjang (m)
L = panjang awal (m).

Hukum Hooke
Apabila sebuah pegas ditarik atau ditekan dengan gaya luar sebesar Fluar, maka pegas tersebut akan mengalami simpangan sebesar L. Pegas akan melawan Fluar dengan gaya (F) yang besarnya sama tetapi arahnya berlawanan. Gaya F disebut gaya pemulih, secara matematis ditulis sebagai:
F = - k L.
Persamaan tersebut dikenal dengan hukum Hooke yang dicetuskan oleh Robert Hooke (1635-1703). Dari persamaan di atas ternyata besarnya F berbanding lurus dengan simpangan L dari pegas yang direntangkan atau ditekan dari posisi setimbang (posisi setimbang ketika L = L0) dengan k adalah konstanta pegas.
Hukum Hooke bekerja hanya pada daerah elastik. Di luar itu hukum Hooke tidak berlaku lagi.










Gambar 1. Cara Penentuan konstanta pegas dengan cara ditekan
(http://www.efunda.com)

Hubungan antara gaya pegas dengan diameter pegas ditunjukkan dengan persamaan berikut :
T=FR ; dengan R = ½ D
ϕ=TL/GJ
J= (πd^4)/32 , adalah momen inersia.
tan ϕ=ΔL/R; untuk ϕ << maka tan ϕ = ϕ
ΔL=Rϕ
ΔL=D/2 (TL_kawat)/GJ
ΔL=D/2 F(D/2)πDN/(G(1/32)πd^4 )
ΔL=(8FD^3 N)/(Gd^4 )
k= F/ΔL
k= F/((8FD^3 N)/(Gd^4 ))
k= F/ΔL
k=(Gd^4 )/(8D^3 N)

Pada persamaan tersebut
k : Konstanta pegas (Nm-1)
G : torsional modulus of elasticity (Pa)
N : Jumlah lilitan pegas.
Lkawat : panjang kawat (m)
(Ansel C. Ugural, 2004: 561-565)
Tabel 1. Daftar modulus rigidity atau shear modulus untuk berbagai jenis bahan
Material Shear Modulus
(106 psi) (GPa)
Aluminum Alloys 3.9 27
Aluminum, 6061-T6 3.8 24
Aluminum, 2024-T4 4.0 28
Beryllium Copper 6.9 48
Brass 5.8 40
Bronze 6.5 44.8
Cadmium 19
Carbon Steel 11.2 77
Cast Iron 5.9 41
Chromium 115
Concrete 3.0 21
Copper 6.5 45
Glass, 96% silica 2.8 19
Material Shear Modulus
(106 psi) (GPa)
1Inconel 11.5 79
Iron, Ductile 9.1 - 9.6 63 - 66
Iron, Malleable 9.3 64
Kevlar 2.8 19
Lead 1.9 13.1
Magnesium 2.4 16.5
Molybdenum 17.1 118
Monel metal 9.6 66
Nickel Silver 6.9 48
Nickel Steel 11.0 76
Nylon 0.59 4.1
Phosphor Bronze 5.9 41
Plywood 0.09 0.62
Polycarbonate 0.33 2.3
Structural Steel 11.5 79.3
Stainless Steel 11.2 77.2
Steel, Cast 11.3 78
Steel, Cold-rolled 10.9 75
Tin 18
Titanium, Grade 2 5.9 41
Titanium, Grade 5 5.9 41
Titanium, 10% Vanadium 6.1 42
Tungsten 161
Wood, Douglas Fir 1.9 13
Zinc 43
Z-nickel 11 76

DATA PENGAMATAN
Percobaan A. Menentukan konstanta pegas dengan cara tekan
Tabel 2. Hasil pengamatan perubahan panjang pegas dengan cara tekan dengan diameter kawat (d) 2.0×10-3 m dan diameter dalam pegas D=(1.50±0.01)10-2m. Percepatan gravitasi (g) = 9,8 ms-2
No m (kg) L0 (m) LT (m)
1 0.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1460  0.0005
2 1.00 0.01 0.1500  0.0005 0.1440  0.0005
3 1.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1410  0.0005
4 2.00  0.01 0.1500  0.0005 0.1380  0.0005
5 2.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1350  0.0005
6 3.00  0.01 0.1500  0.0005 0.1310  0.0005
7 3.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1250  0.0005
Tabel 3. Hasil pengamatan perubahan panjang pegas dengan cara tekan dengan diameter kawat (d) 2.0×10-3 m dan diameter dalam pegas D=(2.02±0.01)10-2m. Percepatan gravitasi (g) = 9,8 ms-2
No m (kg) L0 (m) LT (m)
1 0.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1440  0.0005
2 1.00 0.01 0.1500  0.0005 0.1370  0.0005
3 1.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1320  0.0005
4 2.00  0.01 0.1500  0.0005 0.1260  0.0005
5 2.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1220  0.0005
6 3.00  0.01 0.1500  0.0005 0.1150  0.0005
7 3.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1080  0.0005
Tabel 4. Hasil pengamatan perubahan panjang pegas dengan cara tekan dengan diameter kawat (d) 2.0×10-3 m dan diameter dalam pegas D=(2.44±0.01)10-2m. Percepatan gravitasi (g) = 9,8 ms-2
No m (kg) L0 (m) LT (m)
1 0.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1400  0.0005
2 1.00 0.01 0.1500  0.0005 0.1300  0.0005
3 1.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1200  0.0005
4 2.00  0.01 0.1500  0.0005 0.1140  0.0005
5 2.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1020  0.0005
6 3.00  0.01 0.1500  0.0005 0.0980  0.0005
7 3.50  0.01 0.1500  0.0005 0.0910  0.0005

Tabel 5. Hasil pengamatan perubahan panjang pegas dengan cara tekan dengan diameter kawat (d) 2.0×10-3 m dan diameter dalam pegas D=(3.07±0.01)10-2m. Percepatan gravitasi (g) = 9,8 ms-2
No m (kg) L0 (m) LT (m)
1 0.10  0.01 0.1500  0.0005 0.1460  0.0005
2 0.20  0.01 0.1500  0.0005 0.1420  0.0005
3 0.30  0.01 0.1500  0.0005 0.1390  0.0005
4 0.40  0.01 0.1500  0.0005 0.1340  0.0005
5 0.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1290  0.0005
6 0.60  0.01 0.1500  0.0005 0.1250  0.0005
7 0.70  0.01 0.1500  0.0005 0.1210  0.0005

Tabel 6. Hasil pengamatan perubahan panjang pegas dengan cara tekan dengan diameter kawat (d) 2.0×10-3 m dan diameter dalam pegas D=(3.62±0.01)10-2m. Percepatan gravitasi (g) = 9,8 ms-2
No m (kg) L0 (m) LT (m)
1 0.10  0.01 0.1500  0.0005 0.1430  0.0005
2 0.20  0.01 0.1500  0.0005 0.1380  0.0005
3 0.30  0.01 0.1500  0.0005 0.1300  0.0005
4 0.40  0.01 0.1500  0.0005 0.1250  0.0005
No m (kg) L0 (m) LT (m)
5 0.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1180  0.0005
6 0.60  0.01 0.1500  0.0005 0.1100  0.0005
7 0.70  0.01 0.1500  0.0005 0.1040  0.0005

Percobaan B. Menentukan konstanta pegas dengan cara ditarik
Tabel 7. Hasil pengamatan perubahan panjang pegas dengan cara tarik dengan diameter kawat (d) 2.0×10-3 m dan diameter dalam pegas D=(1.51±0.03)10-2m. Percepatan gravitasi (g) = 9,8 ms-2
No. m (kg) L0 (m) LT (m)
1 0.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1520  0.0005
2 1.00  0.01 0.1500  0.0005 0.1550  0.0005
3 1.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1590  0.0005
4 2.00  0.01 0.1500  0.0005 0.1630  0.0005
5 2.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1650  0.0005
6 3.00  0.01 0.1500  0.0005 0.1680  0.0005
7 3.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1700  0.0005

Tabel 8. Hasil pengamatan perubahan panjang pegas dengan cara tarik dengan diameter kawat (d) 2.0×10-3 m dan diameter dalam pegas D=(2.13±0.01)10-2m. Percepatan gravitasi (g) = 9,8 ms-2
No m (kg) L0 (m) LT (m)
1 0.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1550  0.0005
2 1.00  0.01 0.1500  0.0005 0.1600  0.0005
3 1.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1650  0.0005
4 2.00  0.01 0.1500  0.0005 0.1700  0.0005
5 2.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1750  0.0005
6 3.00  0.01 0.1500  0.0005 0.1800  0.0005
7 3.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1850  0.0005

Tabel 9. Hasil pengamatan perubahan panjang pegas dengan cara tarik dengan diameter kawat (d) 2.0×10-3 m dan diameter dalam pegas D=(2.49±0.01)10-2m. Percepatan gravitasi (g) = 9,8 ms-2
No m (kg) L0 (m) LT (m)
1 0.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1600  0.0005
2 1.00  0.01 0.1500  0.0005 0.1700  0.0005
3 1.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1800  0.0005
4 2.00  0.01 0.1500  0.0005 0.1900  0.0005
5 2.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1950  0.0005
6 3.00  0.01 0.1500  0.0005 0.2050  0.0005
7 3.50  0.01 0.1500  0.0005 0.2120  0.0005




Tabel 10. Hasil pengamatan perubahan panjang pegas dengan cara tarik dengan diameter kawat (d) 2.0×10-3 m dan diameter dalam pegas D=(3.08±0.01)10-2m. Percepatan gravitasi (g) = 9,8 ms-2
No m (kg) L0 (m) LT (m)
1 0.20  0.01 0.1500  0.0005 0.1570  0.0005
2 0.30  0.01 0.1500  0.0005 0.1630  0.0005
3 0.40  0.01 0.1500  0.0005 0.1660  0.0005
4 0.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1700  0.0005
5 0.60  0.01 0.1500  0.0005 0.1750  0.0005
6 0.70  0.01 0.1500  0.0005 0.1810  0.0005
7 0.80  0.01 0.1500  0.0005 0.1850  0.0005

Tabel 11. Hasil pengamatan perubahan panjang pegas dengan cara tarik dengan diameter kawat (d) 2.0×10-3 m dan diameter dalam pegas D=(3.63±0.01)10-2m. Percepatan gravitasi (g) = 9,8 ms-2
No m (kg) L0 (m) LT (m)
1 0.20  0.01 0.1500  0.0005 0.1660  0.0005
2 0.30  0.01 0.1500  0.0005 0.1750  0.0005
3 0.40  0.01 0.1500  0.0005 0.1810  0.0005
4 0.50  0.01 0.1500  0.0005 0.1910  0.0005
5 0.60  0.01 0.1500  0.0005 0.1950  0.0005

Percobaan C. Menentukan daerah kerja pegas

Tabel 12. Data pengamatan penentuan daerah kerja pegas
No. dkawat (cm) dpegas (cm) m (kg) F(N) L0 (cm) LT (cm) L0 '(cm) L (cm)
1 0.2 2.5 0.5 4.9 15 16 15 1
2 0.2 2.5 1 9.8 15 17 15 2
3 0.2 2.5 1.5 14.7 15 18 15 3
4 0.2 2.5 2 19.6 15 19 15 4
5 0.2 2.5 2.5 24.5 15 19.5 15 4.5
6 0.2 2.5 3 29.4 15 20.5 15 5.5
7 0.2 2.5 3.5 34.3 15 21.2 15 6.2
8 0.2 2.5 4 39.2 15 22.5 15 7.5
9 0.2 2.5 5 49 15 24.3 15 9.3
10 0.2 2.5 6 58.8 15 25.8 15 10.8
11 0.2 2.5 7 68.6 15 28 15 13
12 0.2 2.5 8 78.4 15 29 15 14
13 0.2 2.5 8.5 83.3 15 30 15 15
14 0.2 2.5 9 88.2 15 31 15.5 16
15 0.2 2.5 10 98 15 32.5 15.5 17.5
16 0.2 2.5 13 127.4 15 39.5 16.5 24.5
Pengolahan Data dan Analisis
Menghitung Konstanta Pegas
Tabel 13. Hasil perhitungan menentukan konstanta pegas dengan cara tekan dengan diameter kawat (d) 2.0 × 10-3 m dan diameter dalam pegas D=(1.50±0.01)10-2m. Percepatan gravitasi (g) = 9,8 ms-2
No F(N) L (m) k (Nm-1) k=|k ̅±∆k| (Nm-1)
1 4.90  0.09 0.004  0.001 1225.00 |1.5  0.2| x 103
2 9.80  0.09 0.006  0.001 1633.33
3 14.7  0.1 0.009  0.001 1633.33
4 19.6  0.1 0.012  0.001 1633.33
5 24.5  0.1 0.015  0.001 1633.33
6 29.40  0.09 0.019  0.001 1547.37
7 34.30  0.09 0.025  0.001 1372.00
k ̅ 1525.38
Tabel 14. Hasil perhitungan menentukan konstanta pegas dengan cara tekan dengan diameter kawat (d) 2.0 × 10-3 m dan diameter dalam pegas D=(2.02±0.01)10-2m. Percepatan gravitasi (g) = 9,8 ms-2
No F(N) L (m) k (Nm-1) k=|k ̅±∆k| (Nm-1)
1 4.90  0.09 0.006  0.001 816.67 |8.2  0.6| x 102
2 9.80  0.09 0.013  0.001 753.85
3 14.7  0.1 0.018  0.001 816.67
4 19.6  0.1 0.024  0.001 816.67
5 24.5  0.1 0.028  0.001 875.00
6 29.40  0.09 0.035  0.001 840.00
7 34.30  0.09 0.042  0.001 816.67
k ̅ 819.36
Tabel 15. Hasil perhitungan menentukan konstanta pegas dengan cara tekan dengan diameter kawat (d) 2.0 × 10-3 m dan diameter dalam pegas D=(2.44±0.01)10-2m. Percepatan gravitasi (g) = 9,8 ms-2
No F(N) L (m) k (Nm-1) k=|k ̅±∆k| (Nm-1)
1 4.90  0.09 0.008  0.001 612.50 |5.5  0.3| x 102
2 9.80  0.09 0.018  0.001 544.44
3 14.7  0.1 0.027  0.001 544.44
4 19.6  0.1 0.036  0.001 544.44
5 24.5  0.1 0.045  0.001 544.44
6 29.40  0.09 0.055  0.001 534.55
7 34.30  0.09 0.062  0.001 553.23
k ̅ 554.01



Tabel 16. Hasil perhitungan menentukan konstanta pegas dengan cara tekan dengan diameter kawat (d) 2.0 × 10-3 m dan diameter dalam pegas D=(3.07±0.01)10-2m. Percepatan gravitasi (g) = 9,8 ms-2
No F(N) L (m) k (Nm-1) k=|k ̅±∆k| (Nm-1)
1 0.98 0.004  0.001 245.00 |2.4  0.3| x 102
2 1.96 0.008  0.001 245.00
3 2.94 0.011  0.001 267.27
4 3.92 0.016  0.001 245.00
5 4.9 0.021  0.001 233.33
6 5.88 0.025  0.001 235.20
7 6.86 0.029  0.001 236.55
k ̅ 243.91

Tabel 17. Hasil perhitungan menentukan konstanta pegas dengan cara tekan dengan diameter kawat (d) 2.0×10-3 m dan diameter dalam pegas D=(3.62±0.01)10-2m. Percepatan gravitasi (g) = 9,8 ms-2
No F(N) L (m) k (Nm-1) k=|k ̅±∆k| (Nm-1)
1 0.98  0.02 0.007  0.001 140.00 |1.5  0.1| x 102
2 1.96  0.04 0.012  0.001 163.33
3 2.94  0.04 0.020  0.001 147.00
4 3.92  0.03 0.025  0.001 156.80
5 4.90  0.03 0.032  0.001 153.13
6 5.88  0.02 0.040  0.001 147.00
7 6.86  0.02 0.046  0.001 149.13
k ̅ 150.91

Tabel 18. Hasil perhitungan menentukan konstanta pegas dengan cara tarik dengan diameter kawat (d) 2.0 × 10-3 m dan diameter dalam pegas D=(1.51±0.03)10-2m. Percepatan gravitasi (g) = 9,8 ms-2
No. F(N) L (m) k (Nm-1) k=|k ̅±∆k| (Nm-1)
1 4.90  0.09 0.002  0.001 2450.00 |1.8  0.3| x 102
2 9.80  0.09 0.005  0.001 1960.00
3 14.7  0.1 0.009  0.001 1633.33
4 19.6  0.1 0.013  0.001 1507.69
5 24.5  0.1 0.015  0.001 1633.33
6 29.40  0.09 0.018  0.001 1633.33
7 34.30  0.09 0.020  0.001 1715.00
k ̅ 1790.38





Tabel 19. Hasil perhitungan menentukan konstanta pegas dengan cara tarik dengan diameter kawat (d) 2.0 × 10-3 m dan diameter dalam pegas D=(2.13±0.01)10-2m. Percepatan gravitasi (g) = 9,8 ms-2
No F(N) L (m) k (Nm-1) k=|k ̅±∆k| (Nm-1)
1 4.90  0.09 0.005  0.001 980.00 |9.8  0.8| x 102
2 9.80  0.09 0.010  0.001 980.00
3 14.7  0.1 0.015  0.001 980.00
4 19.6  0.1 0.020  0.001 980.00
5 24.5  0.1 0.025  0.001 980.00
6 29.40  0.09 0.030  0.001 980.00
7 34.30  0.09 0.035  0.001 980.00
k ̅ 980.00

Tabel 20. Hasil perhitungan menentukan konstanta pegas dengan cara tarik dengan diameter kawat (d) 2.0 × 10-3 m dan diameter dalam pegas D=(2.49±0.01)10-2m. Percepatan gravitasi (g) = 9,8 ms-2
No F(N) L (m) k (Nm-1) k=|k ̅±∆k| (Nm-1)
1 4.90  0.09 0.009  0.001 544.44 |5.6  0.3| x 102
2 9.80  0.09 0.019  0.001 515.79
3 14.7  0.1 0.027  0.001 544.44
4 19.6  0.1 0.034  0.001 576.47
5 24.5  0.1 0.044  0.001 556.82
6 29.40  0.09 0.051  0.001 576.47
7 34.30  0.09 0.060  0.001 571.67
k ̅ 555.16
Tabel 21. Hasil perhitungan menentukan konstanta pegas dengan cara tarik dengan diameter kawat (d) 2.0 × 10-3 m dan diameter dalam pegas D=(3.08±0.01)10-2m. Percepatan gravitasi (g) = 9,8 ms-2
No F(N) L (m) k (Nm-1) k=|k ̅±∆k| (Nm-1)
1 1.96  0.04 0.007  0.001 280.00 |2.4  0.2| x 102
2 2.94  0.04 0.013  0.001 226.15
3 3.92  0.03 0.016  0.001 245.00
4 4.90  0.03 0.020  0.001 245.00
5 5.88  0.02 0.025  0.001 235.20
6 6.86  0.02 0.031  0.001 221.29
7 7.84  0.02 0.035  0.001 224.00
k ̅ 239.52






Tabel 22. Hasil perhitungan menentukan konstanta pegas dengan cara tarik dengan diameter kawat (d) 2.0 × 10-3 m dan diameter dalam pegas D=(3.63±0.01)10-2m. Percepatan gravitasi (g) = 9,8 ms-2
No F(N) L (m) k (Nm-1) k=|k ̅±∆k| (Nm-1)
1 1.96 0.016  0.001 122.50 |1.2  0.1| x 102
2 2.94 0.025  0.001 117.60
3 3.92 0.031  0.001 126.45
4 4.9 0.041  0.001 119.51
5 5.88 0.045  0.001 130.67
k ̅ 123.35

Dari tabel 13. Untuk data nomor no. 22 dapat dihitung nilai konstanta pegas sebagai berikut:
k=F/∆L
k=4.9/0.004
k=2450.00Nm^(-1)
untuk ketidakpastian:
k=F/∆L
∆k=(∆F/F+∆∆L/∆L)k
k=|k ̅±∆k|
F=mg
∆F=(∆m/m)F
∆L=|L_T-L_0 |
∆∆L=∆L_T+∆L_0
dengan cara yang sama, nilai k dapat dilihat pada kolom terakhir tabel pengamatan.

Grafik hubungan antara gaya dengan pertambahan panjang

Gambar 2. Grafik hubungan antara F dan L untuk pegas tekan dengan diameter
D = (1.50±0.01)10-2m.

Dari gambar. 2 terlihat hubungan yang linier antara F dan L dengan gradient (m) = 1407 dan kuadrat korelasi R2 = 0.9742 yang menunjukkan tingkat keterhubungan yang sangat tinggi.


Gambar 3. Grafik hubungan antara F dan L untuk pegas tekan dengan diameter D=(2.02±0.01)10-2m.

Dari gambar 3 terlihat hubungan yang linier antara F dan L dengan gradient (m) 843,19 dan kuadrat korelasi R2 = 0.9956 yang menunjukkan tingkat keterhubungan yang sangat tinggi.


Gambar 4. Grafik hubungan antara F dan L untuk pegas tekan dengan diameter D=(2.44±0.01)10-2m.

Dari gambar 4 terlihat hubungan yang linier antara F dan L dengan gradient (m) 591,91 dan kuadrat korelasi R2 = 0.988 yang menunjukkan tingkat keterhubungan yang sangat tinggi.



Gambar 5. Grafik hubungan antara F dan L untuk pegas tekan dengan diameter D=(3.07±0.01)10-2m.
Dari gambar 5 terlihat hubungan yang linier antara F dan L dengan gradient (m) 229,83 dan kuadrat korelasi R2 = 0.9967 yang menunjukkan tingkat keterhubungan yang sangat tinggi.

Gambar 6. Grafik hubungan antara F dan L untuk pegas tekan dengan diameter D=(3.62±0.01)10-2m.

Dari gambar 6 terlihat hubungan yang linier antara F dan L dengan gradient (m) 147,88 dan kuadrat korelasi R2 = 0.997 yang menunjukkan tingkat keterhubungan yang sangat tinggi.



Gambar 7. Grafik hubungan antara F dan L untuk pegas tarik dengan diameter D=(1.51±0.03)10-2m.
Dari gambar 7 terlihat hubungan yang linier antara F dan L dengan gradient (m) 1575,7 dan kuadrat korelasi R2 = 0.9877 yang menunjukkan tingkat keterhubungan yang sangat tinggi.

Gambar 8. Grafik hubungan antara F dan L untuk pegas tarik dengan diameter D=(2.13±0.01)10-2m.

Dari gambar 8 terlihat hubungan yang linier antara F dan L dengan gradient (m) 980 dan kuadrat korelasi R2 = 1 yang menunjukkan tingkat keterhubungan yang sempurna.


Gambar 9. Grafik hubungan antara F dan L untuk pegas tarik dengan diameter D=(2.49±0.01)10-2m.
Dari gambar 9 terlihat hubungan yang linier antara F dan L dengan gradient (m) 565,64 dan kuadrat korelasi R2 = 0.9936 yang menunjukkan tingkat keterhubungan yang sangat tinggi.


Gambar 10. Grafik hubungan antara F dan L untuk pegas tarik dengan diameter D=(3.08±0.01)10-2m.

Dari gambar 10 terlihat hubungan yang linier antara F dan L dengan gradient (m) 211,4 dan kuadrat korelasi R2 = 0.993 yang menunjukkan tingkat keterhubungan yang sangat tinggi.


Gambar 11. Grafik hubungan antara F dan L untuk pegas tarik dengan diameter D=(3.63±0.01)10-2m.
Dari gambar 11 terlihat hubungan yang linier antara F dan L dengan gradient (m) 1407 dan kuadrat korelasi R2 = 0.9742 yang menunjukkan tingkat keterhubungan yang sangat tinggi.
Gambar 3 sampai dengan 7 merupakan grafik dari hasil plotting data untuk pegas tekan dan gambar 8 sampai dengan 12 merupakan plot data pegas tarik. Dari sebaran data didapatkan persamaan garis regresi dengan persamaan umum y = mx + c. Apabila dianalogikan dengan persamaan hukum hooke F = - k x, maka nilai m pada persamaan garis regresi sebanding dengan nilai k pada hukum Hooke. Apabila data yang diperoleh dari percobaan membentuk persamaan linear maka nilai k hasil perhitungan dengan nilai gradien dari persamaan garis akan sama. Nilai c dalam persamaan regresi akan 0 jika garis regresi dimulai dari titik (0,0). Jika c memiliki nilai tertentu berarti garis regresi dimulai dari titik (0,c).
Perbandingan antara besarnya konstanta pegas dari hasil perhitungan dengan nilai gradien pada persamaan regresi dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 23. Perbandingan nilai gradien dari persamaan garis regresi dalam plot data dengan nilai konstanta pegas untuk pegas tekan dan tarik

No Pegas ditekan Pegas ditarik
m (gradien) k (Nm-1) Rentang
nilai k(Nm-1) m (gradien) k(Nm-1) Rentang nilai k(Nm-1)
1 1407 |1.50.2|x103 1300 – 1700 1575 |1.80.3|x103 1500 – 2100
2 843.1 |8.20.6|x102 760 – 880 980 |9.80.8|x102 900 – 1060
3 539.5 |5.50.3|x102 520 – 580 585.3 |5.60.3|x102 530 – 590
4 229.6 |2.40.3|x102 210 – 270 211.4 |2.40.2|x102 220 – 260
5 147.8 |1.50.1|x102 140 – 160 130.6 |1.20.1|x102 110 – 130

Tabel 23 memperlihatkan perbandingan antara gradien dan konstanta pegas. Nilai gradien dari persamaan garis berada dalam rentang nilai k perhitungan sehingga dapat disimpulkan bahwa gradien merupakan representasi dari nilai konstanta pegas.

Pengaruh massa beban terhadap konstanta pegas
Berdasarkan data pengamatan dalam percobaan 1 dan 2 dapat dilihat bahwa perubahan massa beban tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap konstanta pegas karena dengan variasi massa, nilai k yang diperoleh menunjukkan harga yang relatif sama. Secara teori memang tidak ada pengaruh massa beban terhadap nilai konstanta pegas asalkan pertambahan massa masih berada dalam daerah kerja pegas atau daerah elastisitas pegas.

Perbandingan teknik percobaan penentuan konstanta pegas dengan cara ditekan dan ditarik
Berdasarkan proses percobaan penentuan konstanta pegas dengan cara ditekan ditemukan beberapa kesulitan diantaranya tidak memungkinkan menegakkan sebuah pegas tanpa adanya penyangga, tetapi ketika diberi penyangga ternyata menyebabkan pegas tidak dapat berosilasi sempurna atau teredam oleh adanya gesekan antara pegas dan penyangganya.
Kesulitan lain yang ditemukan adalah ketika ditekan, pegas cenderung melengkung (buckling of compression springs) sehingga berakibat tidak tepatnya pengukuran.
Untuk pegas yang ditarik jauh lebih mudah karena pegas dapat berosilasi dengan sempurna. Selain itu dengan cara ditarik faktor gesekan dengan udara dapat diabaikan serta tidak mengalami buckling of compression springs.

Hubungan antara konstanta k dengan diameter D pegas
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh data nilai konstanta pegas untuk diameter dapak pegas yang bervariasi dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 24. Hubungan antara konstanta dengan diameter untuk pegas tekan

No. D (m) k rata-rata (Nm-1)
1 0.0150 1525.39
2 0.0202 819.36
3 0.0244 524.51
4 0.0307 243.91
5 0.0362 150.91

Tabel 25. Hubungan antara konstanta dengan diameter untuk pegas tarik

No. D (m) k rata-rata (Nm-1)
1 0.0151 1790.38
2 0.0213 980.00
3 0.0249 513.17
4 0.0308 239.52
5 0.0363 123.35

Dari tabel 24 dan 25 di atas apabila diplot dalam grafik, maka akan tampak sebagai berikut:



Gambar 12. Grafik hubungan konstanta D terhadap diameter k untuk pegas tekan



Gambar 13. Grafik hubungan konstanta k terhadap diameter D untuk pegas tarik.

Dari gambar 12 dapat kita peroleh persamaan hubungan antara konstanta k terhadap diameter D. yaitu y = 0.024 x-2.65 atau k = 0.024D-2.65. Dan dari gambar 13 diperoleh persamaan hubungan antara konstanta k terhadap diameter D yaitu y = 0.004x-3.10 atau k = 0.004D-3.10.
Secara teori konstanta pegas merupakan fungsi dari diameter pegas D, dengan persamaan:
k=(Gd^4 )/(8D^3 N)
dengan
k : Konstanta pegas (N/m)
G : Shear modulus (Pa)
D : Diameter pegas (m)
d : Diameter kawat pegas (m)
N : Jumlah lilitan pegas.
Sehingga hubungan antara konstanta pegas k terhadap diameter pegas D. k ∞ (1 )/D^3 atau k =C (1 )/D^3 . atau k=CD^(-3)
Dimana, C=(Gd^4 )/(8n_a ).

DISKUSI DAN PEMBAHASAN
Dari percobaan yang dilakukan terhadap kedua jenis pegas yaitu pegas yang ditarik oleh beban dan pegas yang ditekan menggunakan beban, ternyata lebih mudah melakukan pengukuran pada pegas yang ditarik. Hal ini disebabkan karena pegas yang ditarik lebih stabil dalam keadaan tergantung. Sedangkan pegas yang ditekan, cenderung mengalami gesekan dengan dudukannya sehingga pegas menjadi terhambat ketika ditekan. Selain itu, pegas yang ditekan juga tidak stabil ketika menerima beban yang cukup berat sehingga harus dibantu dengan tangan agar beban tidak terjatuh. Akibatnya kondisi ini mempengaruhi juga terhadap hasil pengukuran.
Pada percobaan ini digunakan pegas yang terbuat dari baja dengan diameter kawatnya 2 mm, ternyata harus diberi beban yang cukup berat agar pertambahan atau pengurangan panjang pegas ketika diukur dapat dibaca. Ketika percobaan awal pegas diberi beban yang ringan (dibawah 0,5 kg), pergerakan pegas tidak terbaca dengan menggunakan mistar. Ketika diberi beban dengan massa 0,5 kg, pergerakan pegas mulai terbaca. Dengan interval 0,5 kg, massa beban ditambah hingga menjadi 3,5 kg.
Untuk mengetahui daerah kerja pegas ini, salah satu pegas (diameter 2,5 cm) sengaja diberikan beban yang cukup berat (9 kg). Pertambahan panjang pegas 16 cm. Ketika beban dilepaskan, panjang pegas yang kembali keukuran semula ternyata menjadi lebih panjang 0,5 cm dari panjang mula-mula (15 cm). Hal ini menunjukkan bahwa hukum Hooke tidak lagi berlaku disini. Elastisitas pegas berkurang dan menjadi bersifat plastis.
Hubungan antara diameter dalam pegas dengan konstanta pegas menunjukkan kecenderungan bahwa semakin besar diameter pegas maka konstanta pegas menjadi semakin kecil atau berbanding terbalik. Dari plot data dalam grafik D terhadap k diperoleh persamaan yang menununjukkan bahwa besarnya konstanta pegas berbanding terbalik dengan pangkat tiga diameter pegas.


Kesimpulan
Penentuan konstanta pegas dengan teknik percobaan hukum Hooke dapat dilakukan dengan cara pegas ditekan maupun ditarik. Dari hasil percobaan ternyata teknik pegas tarik lebih mudah dibandingkan dengan cara ditekan.
Berdasarkan data pengamatan dalam percobaan dapat disimpulkan bahwa perubahan massa beban tidak berpengaruh secara signifikan terhadap konstanta pegas karena dengan variasi massa, nilai k yang diperoleh menunjukkan harga yang relatif sama
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan data percobaan dihasilkan nilai konstanta pegas yang bervariasi tergantung dari diameter pegasnya. Jika dibuat hubungan antara diamter dalam pegas dengan konstanta pegasnya menunjukkan kecenderungan bahwa semakin besar diameter pegasnya maka konstanta pegas menjadi semakin kecil. Hubungan antara diameter pegas dengan konstanta pegas dapat dinyatakan sebagai k = CD-3 dengan C=(Gd^4 )/8N, k = konstanta pegas, dan D adalah diameter dalam pegas.


Daftar Pustaka
Ansel C. Ugural. 2004. Mechanical Design An Integrated Approach. New York: The McGraw Hill Companies, Inc.
Halliday dan Resnick, 1991, Fisika Jilid I, (Terjemahan), Jakarta : Penerbit Erlangga
http://www.spaceflight.esa.int/impress/text/education/Mechanical%20Properties/index.html
http://www.efunda.com


Bandung, Mei 2010
Mengethui,
Dosen Pembimbing



Dr. Siti Nurul Khotimah

Kamis, 10 Desember 2009

SISTEM PENDIDIKAN DI JEPANG


Sistem Pendidikan Jepang
Diajukan sebagai tugas mata kuliah Sejarah dan Literatur Fisika

A. PENDAHULUAN
Jepang merupakan sebuah negara kepulauan yang berada di Asia Timur. Ada sekitar 3000 pulau yang dimiliki Jepang. Pulau-pulau terbesar adalah Honshū, Hokkaidō, Kyūshū dan Shikoku yang menyumbang 97% dari kepulauan Jepang. Sebagian kepulauan Jepang adalah pegunungan beberapa diantaranya bersifat volcanic contohnya adalah Gunung Fujiyama. Jepang menduduki peringkat sepuluh dalam urutan jumlah polulasi di dunia. Penduduk Jepang sekitar 128 juta orang.
Pendidikan Formal di Jepang dimulai dengan mengadopsi kebudayaan Cina pada abad ke-6. Kepercayaan Budha dan Konghucu adalah guru ilmu pengetahuan yang terbaik saat itu. Setelah pemulihan Meiji tahun 1868 Jepang mulai mengadopsi metode dan struktur pendidikan barat untuk membuat Jepang menjadi lebih kuat. Pelajar yang mempunyai kemampuan lebih dikirim ke luar negeri untuk belajar. Pekerja dari luar negeri (O-yatoi gaikokujin) diundang untu mengajar di Universitas dan Akademi Militer.
Kemunduran bangsa jepang dialami ketika Jepang mengalami kehancuran pada saat perang dunia ke-2, dimana kota Hirosima dan Nagasaki luluh lantak dihantam bom atom. Pertanyaan yang sangat menarik yang dilontarkan oleh Kaisar Jepang pada saat itu adalah “Berapa banyak guru yang masih hidup?”. Pertanyaan ini mengandung makna yang sangat dalam. Negara kecil yang miskin sumber daya alam tahu persis bahwa guru memiliki peranan yang sangat penting untuk kemajuan bangsa. Hancurnya bangunan dapat segera diperbaiki, tetapi sektor pendidikan yang hancur dengan tidak tersedianya guru yang memadai akan menjadikan suatu negara terpuruk dalam jangka waktu yang lama. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, Jepang segera bangkit dari kehancuran dengan menerapkan pola pendidikan yang sentralistik, homogen, mengutamakan moral dan bahasa Inggris sebagai pengantar yang efektif. Pendidikan di Jepang mengutamakan pengembangan kemampuan dasar pada generasi muda sehingga generasi muda Jepang menjadi Fleksibel dan dengan cepat menyesuaikan diri dengan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi di masyarakat.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sistem pendidikan di Jepang yang meliputi bagaimana penyusunan kurikulum di Jepang, struktur dan jenis pendidikan di Jepang, kualitas dan kesejahteraan guru di Jepang, bagaimana proses penilaian dan ujian sekolah di Jepang dan masalah-masalah pendidikan yang ada di Jepang. Dengan informasi yang diperoleh pembaca dapat menambah wawasan tentang Jepang pada umumnya dan pendidikan Jepang pada khususnya.

B. Sistem Pendidikan Jepang
1. Penyusunan Kurikulum di Jepang
Seperti di Indonesia, kurikulum pendidikan Jepang disusun oleh sebuah komite khusus dibawah kontrol Kementerian Pendidikan (MEXT). Komisi Kurikulum terdiri dari wakil dari Teacher Union, praktisi (pakar pendidikan), wakil dari kalangan industri, dan wakil MEXT. Komisi ini bertugas mempelajari tujuan pendidikan Jepang yang terdapat dalam Fundamental Education Law (Kyouiku kihonhou), lalu menyesuaikannya dengan perkembangan yang terjadi baik di dalam maupun luar negeri. Dalam menyusun draf kurikulum seringkali terjadi perdebatan panjang antara wakil-wakil persatuan guru dan wakil kementrian karena kepentingan politik.
Kurikulum di level sekolah disusun dengan kontrol penuh dari The Board of Education di Tingkat Prefectur dan municipal (distrik). Karena kedua lembaga ini masih terkait erat dengan MEXT, maka pengembangan kurikulum Jepang masih sangat kental sifat sentralistiknya. Namun rekomendasi yang dikeluarkan oleh Central Council for Education (chuuou shingi kyouiku kai) pada tahun 1997 memungkinkan sekolah berperan lebih banyak dalam pengembangan kurikulum di masa mendatang.
Pembaharuan kurikulum di Jepang mengikuti pola 10 tahunan. Hal-hal baru dimasukkan dalam setiap perubahan kurikulum yang terjadi. Pertimbangan dilakukan perubahan kurikulum adalah adanya perubahan sosial dan ekonomi masyarakat Jepang khususnya dan dunia pada umumnya. Berikut ini adalah perubahan kurikulum yang pernah dilakukan Jepang.
a) Pada tahun 1955, kurikulum pendidikan setelah PDII disusun, kurikulum ini merupakan kurikulum yang paling padat dan memuat pengetahuan yang paling banyak dibandingkan dengan kurikulum-kurikulum berikutnya.
b) Pada tahun 1967, kurikulum pendidikan Jepang menerima metode Investigative Learning, yang memuat materi pengajaran sedikit, hanya bagian-bagian yang sesuai dan memungkinkan dilakukannya kegiatan investigative yang termuat di dalam kurikulum ini.
c) Tahun 1977 kurikulum diubah lagi. Kali ini menganut system pendidikan yang tidak membebani siswa. Dengan pengaruh ini semua siswa dites, berdasarkan hasil tes ini bagian dari kurikulum yang dianggap sulit dibuang, dengan demikian isi kurikulum berkurang lagi.
d) Tahun 1988 terjadi perubahan pandangan pada kalangan pendidikan di Jepang. Pada saat ini kegiatan hands-on dianggap penting. Maka dalam kurikulum hanya topik-topik yang bisa dihands-on kan saja yang dimuat, bagian yang tidak memungkinkan kegiatan hands-on tidak dimuat di dalam kurikulum.
e) Kurikulum yang dipakai sekarang ini merupakan kurikulum yang disusun pada tahun 1998. Dibandingkan dengan kurikulum lainnya, kurikulum ini merupakan yang paling sedikit dan paling ringan muatannya. Kurikulum ini mendapat kritikan dari kalangan pengusaha seperti Toyota dan Sharp. Mereka menganggap kurikulum yang ada tidak memberikan kesempatan belajar yang cukup bagi anak-anak berbakat. Anak-anak yang cemerlang dianggap tidak mendapat tantangan yang cukup dari kurikulum yang sekarang ini.
Penerapan kurikulum 1998 membuat pemerintah harus berusaha keras untuk mengubah pola pikir guru-guru Jepang. Guru-guru di Jepang sejak jaman perang percaya bahwa pendidikan bersifat massal dan sama. Pendidikan yang menjurus kepada kekhasan tertentu atau menerapkan pola atau metode yang lain daripada yang lain dianggap salah. Guru-guru Jepang senantiasa percaya bahwa semua siswa harus memiliki prestasi yang sama, kedisiplinan yang sama dengan sistem pendidikan yang sama pula. Adanya kurikulum 1998 memberikan pengertian bahwa setiap anak punya potensi yang berbeda dengan lainnya dan inilah yang harus dibina. Kurikulum yang baru bersifat fleksibel dan memungkinkan sekolah untuk meramu kurikulum sendiri berdasarkan kondisi daerah, sekolah dan siswa yang mendaftar.
Sebagai pengganti kurikulum 1998, pada tahun 2001 Kementrian Pendidikan Jepang mengeluarkan rencana reformasi pendidikan di Jepang yang disebut sebagai `Rainbow Plan`. Isi Rainbow plan meliputi:
a) Mengembangkan kemampuan dasar siswa dalam model pembelajaran yang menyenangkan. Ada 3 pokok arahan yaitu, pengembangan kelas kecil terdiri dari 20 anak per kelas, pemanfaatan Tekhnologi Informasi dalam proses belajar mengajar dan pelaksanaan evaluasi belajar secara nasional
b) Mendorong pengembangan kepribadian siswa menjadi pribadi yang hangat dan terbuka melalui keaktifan siswa dalam kegiatan kemasyarakatan, juga perbaikan mutu pembelajaran moral di sekolah.
c) Mengembangkan lingkungan belajar yang menyenangkan dan jauh dari tekanan, diantaranya dengan kegiatan ekstra kurikuler olah raga, seni, dan sosial lainnya.
d) Menjadikan sekolah sebagai lembaga yang dapat dipercaya oleh orang tua dan masyarakat. Tujuan ini dicapai dengan menerapkan sistem evaluasi sekolah secara mandiri, dan evaluasi sekolah oleh pihak luar, pembentukan school councillor, komite sekolah yang beranggotakan orang tua, dan pengembangan sekolah berdasarkan keadaan dan permintaan masyarakat setempat.
e) Melatih guru untuk menjadi tenaga professional, salah satunya dengan pemberlakuan evaluasi guru, pemberian penghargaan dan bonus kepada guru yang berprestasi, juga pembentukan suasana kerja yang kondusif untuk meningkatkan etos kerja guru, dan pelatihan bagi guru yang kurang cakap di bidangnya.
f) Pengembangan universitas bertaraf internasional
g) Pembentukan filosofi pendidikan yang sesuai untuk menyongsong abad baru melalui reformasi konstitusi pendidikan (kyouiku kihon hou).
Hingga tahun 2007 ketujuh poin telah dilaksanakan secara simultan, walaupun di beberapa bagian masih ada yang diperdebatkan. Protes berasal dari kalangan guru, masyarakat dan pemerhati pendidikan. Salah satu bagian yang masih menjadi perdebatan adalah pendidikan moral berkaitan dengan nasionalisme, perlu tidaknya menceritakan sejarah perang kepada anak didik, perlu tidaknya menyanyikan lagu Kimigayo atau mengibarkan bendera hinomaru. Keunggulan Rainbow Plan ada pada point ke-4. Dengan point ini sekolah berupaya membuka diri kepada masyarakat dan orang tua. Program yang dapat dijalankan misalnya dengan program jugyou sanka (orang tua yang menghadiri kelas anak-anaknya), sougou teki jikan (integrated course) yang melibatkan masyarakat setempat, dan forum sekolah. Poin ke-5 sampai saat ini masih dibicarakan. Hal yang menjadi perdebatan adalah adanya `kyouin hyouka` yaitu sistem evaluasi guru yang dibebankan kepada The Board of Education dan sertifikasi mengajar melalui training atau pendidikan guru.
2. Struktur dan jenis pendidikan di Jepang.
Secara umum tidak ada perbedaan antara struktur pendidikan di Jepang dengan di Indonesia yang terdiri atas Taman kanak-kanak, Pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi dan pendidikan non formal.
a. Taman Kanak-Kanak
Sekitar 63% anak-anak dijepang memulai pendidikan dengan Taman Kanak-kanak. Usia masuk taman kanak-kanan adalah 3-5 tahun. Pendidikan Taman kanak-kanak berada di bawah naungan kementrian pendidikan Jepang (MEXT). Kurikulum TK ditetapkan oleh masing-masing sekolah dengan cara musyawarah antar sekolah dan mempertimbangkan petunjuk pemerintah. Setiap taman kanak-kanak harus mengembangkan kurikulum yang cocok untuk tahap perkembangan anak-anak dan masyarakat setempat. Setiap kurikulum yang disusun harus mengikuti persyaratan hukum yang berlaku. Berikut ini beberapa pedoman dalam menyusun kurikulum TK dijepang:
1) Tujuan dan isi kurikulum harus mencerminkan tujuan pendidikan Taman kanak-kanak. Tujuan pendidikan taman kanak-kanak adalah mengajarkan kebiasaan dan sikap dasar sehat, membantu anak-anak belajar untuk mencintai dan mempercayai orang, mengembangkan kemandirian, kerjasama, dan sikap moral yang baik, mengembangkan sikap ketertarikan terhadap alam dan lingkungan mereka, mengembangkan keterampilan mendengar dan berbicara, dan pemahaman bahasa, serta memupuk kepekaan dan kreativitas melalui berbagai pengalaman.
2) Kurikulum dirancang dengan mempertimbangkan masa lalu anak dan masa depan yang akan dibangun.
3) Kurikulum harus dirancang dengan pandangan jangka panjang dari anak-anak masuk sampai menyelesaikan pendidikan TK. Hal ini bertujuan memberikan kenangan yang indah kepada anak selama mengikuti pendidikan di Taman Kanak-kanak.
4) Jumlah minimum belajar dalam satu tahun adalah sembilan puluh minggu kecuali dalam keadaan khusus.
5) Jumlah standar belajar di TK adalah empat jam perhari.
Pendidikan Taman kanak-kanak di jepang dilaksanakan oleh pemerintah (TK Negeri) maupun oleh TK swasta. Persamaan dan perbedaan pola pendidilan TK negeri dan swata dapat dilihat pada tabel berikut:
TK Negeri TK Swasta
Syarat masuk TK Tinggal di lingkungan TK, berusia 3-5 tahun Berusia 3-5 tahun
Waktu belajar Dari jam 9 pagi sampai jam 2 siang. Libur pada hari sabtu dan minggu. Tergantung dari TK yang bersangkutan
Pendaftaran Dari bulan oktober sampai pertengahan November Dari bulan oktober sampai pertengahan November
Biaya Biaya masuk dan perawatan pendidikan Biaya ujian, biaya masuk, perawatan pendidikan dan sumbangan pendidikan
b. Pendidikan Dasar.
Jepang menerapkan wajib belajar sembilan tahun. Rentang usia pendidikan dasar 6 sampai 15 tahun. Seperti halnya di Indonesia wajib belajar di Jepang terdiri dari SD dan SMP. Lain dengan Indoneia wajib belajar sembilan tahun benar-benar ditekankan oleh pemerintah kepada semua penduduk yang tinggal di Jepang baik warga negara Jepang maupun warga negara asing. Setiap orang tua yang mempunyai anak berusia 6-15 tahun harus menyekolahkan anaknya. Apabila terdapat orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya maka sanksi hukum dapat dikenakan kepada orang tua tersebut. Sekolah Dasar di Jepang 97% adalah sekolah negeri. Biaya pendidikan sebagian besar ditanggung pemerintah seperti biaya masuk, biaya pengajaran dan buku sekolah dengan fasilitas sekolah yang lengkap. Orang tua hanya menyediakan fasilitas lainnya seperti perlengkapan sekolah, makan siang dan biaya piknik
Usia awal masuk sekolah dasar adalah 6 tahun, dengan lama pendidikan di sekolah dasar 6 tahun. Kelas di Jepang akan ditentukan berdasarkan usia anak per bulan April. Kegiatan belajar mengajar dimulai pukul 07.15 sampai dengan 15.00 dan tidak boleh diantar maupun dijemput oleh orang tua. Tidak seperti di Indonesia, anak-anak tidak memakai seragam ke sekolah. Pakaian anak-anak Jepang ke Sekolah Dasar adalah bebas.
Tujuan pendidikan dasar di Jepang adalah menyempurnakan karakter, karena itu pendidikan
Jepang menekankan pada etika, seni, olahraga, dan pengetahuan umum. Pelajaran umum yang diberikan
juga tidak mengacu kepada kurikulum, namun disesuaikan dengan kondisi
lingkungan dan anak. Pengetahuan umum di sekolah Jepang antara lain pelajaran menanam padi, koperasi atau pelajaran koordinasi, dan seni. Pendidikan di sekolah dasar (SD) lebih menitikberatkan pada pengembangan mental. Karena itu, pelajaran yang diberikan adalah ketrampilan, sosial (bersosialisasi dengan teman), rumah tangga, bahasa nasional, pelajaran berhitung, pengetahuan alam (mengenal alam dan lingkungan), seni, olahraga, dan lompat tali.
Guru Sekolah Dasar di Jepang memiliki tingkat pendidikan sarjana dan memiliki sertifikat mengajar kelas satu. Setelah mendapatkan sertifikat mengajar, hambatan bagi seorang guru di sekolah umum adalah lulus ujian yang ditetapkan oleh prefektur agar menjadi seorang guru. Setelah lulus dari ujian ini maka guru dapat bekerja di semua sekolah di prefektur. Namun, lisensi ini hanya berlaku untuk satu tahun dan selanjutnya harus mengikuti ujian lagi.
c. Pendidikan Menengah Pertama
Pendidikan menengah di Jepang terdiri dari dua level yaitu SMP dan SMA. SMP merupakan wajib belajar. Seperti halnya di SD, SMP-SMP jepang 97% merupakan sekolah negeri dan hanya 3% saja yang dikelola oleh swasta. Sekolah-sekolah yang dikelola oleh swasta biasanya memiliki ciri khas seperti keagamaan. Guru di sekolah Menengah Pertama mempunyai pendidikan sarjana dengan sertifikat kelas dua. Seperti halnya di sekolah dasar sertifikat hanya berlaku selama satu tahun selebihnya harus mengikuti ujian kembali
Sejalan dengan pendidikan di Sekolah Dasar pendidikan di SMP bertujuan menitikberatkan pada pendidikan mental dengan tingkatan yang lebih tinggi. Pada level ini siswa diberikan pembelajaran vokasional dan bahasa. Mata pelajaran terdiri atas mata pelajaran wajib dan mata pelajaran pilihan. Mata pelajaran pilihan bersifat ”efektif” dan yang paling banyak digunakan adalah bahasa Inggris. Beberapa mata pelajaran yang diberikan di Sekolah Menengah Pertama adalah bahasa nasional, sosial,
etika, bahasa Inggris, pengetahuan alam, olahraga, menulis, lompat tali, seni, koperasi, renang, dan lari jarak jauh.
Pemerintah jepang sangat peduli dengan wajib belajar sembilan tahun. Usaha pemerintah jepang agar seluruh anak di jepang dapat bersekolah sampai SMP tidak memandang apakah anak tersebut warga negara jepang maupun warga negara asing yang sedang berada di Jepang. Secara otomatis kantor kelurahan akan memanggil orang tua yang memiliki anak dalam usia wajib belajar. Berikut ini adalah proses yang harus dilakukan oleh warga asing jika mempunyai anak dalam usia wajib belajar
1) Menentukan alamat tempat tinggal
2) Mendaftarkan kependudukan warga negara asing
3) Menerima kartu kependudukan warga negara asing
4) Mendaftarkan untuk masuk sekolah pada kantor kelurahan setempat
5) Menerima surat ijin masuk sekolah dari departemen pendidikan kelurahan setempat.

d. Pendidikan Menengah Atas
Tamatan SMP dapat melanjutkan ke SMA dengan mengikuti seleksi yang diadakan oleh masing-masing sekolah. Hampir 90% tamatan Sekolah Menengah Pertama di Jepang melanjutkan ke SMA. Ada tiga jenis SMA di Jepang yaitu sekolah negeri yang diatur oleh pemerintah pusat, sekolah negeri yang diatur pemerintah propinsi dan sekolah swasta yang diatur oleh lembaga hukum swasta. Biaya pendidikan untuk tingkat SMA ditanggung oleh masing-masing individu karena pendidikan di SMA tidak termasuk pendidikan dasar. Kualifilasi guru SMA dijepang adalah berpendidikan Magister dengan sertifikat mengajar kelas satu, sedangkan guru yang berpendidikan Doktor mempunyai sertifikat kelas dua.
Kurikulum di SMA diatur oleh masing-masing sekolah dengan mengikuti aturan pemerintah. Kebebasan untuk meramu kurikulum di masing-masing sekolah sangat terbatas namun memungkinkan tiap daerah dan sekolah mempunyai ciri khas tersendiri. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat membuat kurikulum untuk SMA adalah menetapkan tujuan sekolah, mempelajari standar kurikulum dan korelasinya dengan tujuan sekolah, menyusun mata pelajaran wajib dan pilihan serta mengalokasikan hari efektif sekolah dan jam belajar. Mata pelajaran yang diajarkan meliputi bahasa Jepang, bahasa Inggris, Matematika, Sejarah, Olahraga, Keterampilan dan Kesenian, IPA, Mata pelajaran terpadu serta Home room. Tiap sekolah memiliki kebebasan meramu pelajaran pilihan khususnya untuk kelas 2 dan 3 dengan jumlah kredit rata-rata adalah 30 untuk setiap jenjang.
Berikut ini adalah contoh kurikulum yang diterapkan di SMA Nakamura sebuah SMA Negeri dan favorit di Jepang. SMA Nakamura adalah SMA yang menganut sistem mata pelajaran waktu penuh dengan hari belajar dari Senin sampai Jumat. Tujuan sekolah adalah untuk mengarahkan lulusannya melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Seperti halnya SMA lainnya di Jepang, jam pelajaran pertama dimulai pada pukul 8:45 dan berakhir pada pkl 15.15. Terdapat 31 jam pelajaran selama 5 hari belajar yaitu 6 jam setiap harinya kecuali hari Rabu. Waktu belajar mengajar setiap jam belajarnya adalah 50 menit. Mata pelajaran yang diajarkan meliputi: Bahasa Jepang, Geografi/ Sejarah, Pendidikan Kewarganegaraan, matematika, Pendidikan Jasmani dan OR, Pendidikan Seni, Bahasa Asing (Bahasa Inggris), Pendidkan Kesejahteraan Keluarga, dan Mata pelajaran terpadu. Ujian diadakan sebanyak 5 kali yaitu pada bulan Mei, Juli, Oktober, Desember dan Februari. Tahun ajaran baru dimulai pada bulan April dan diakhiri bulan pertengahan Juli. Salah satu ciri khas SMA Nakamura adalah Reading Session yang diperuntukkan untuk kelas 1 dan 2. Pada kegiatan ini masing-masing kelas dianjurkan untuk memilih satu buku yang akan didiskusikan bersama dalam kelas. Tujuan kegitan ini adalah untuk memberikan pemahaman yang luas dan saling pengertian antar siswa dalam mengeluarkan pendapat.
e. Pendidikan Kejuruan
Seperti halnya di Indonesia, selain Sekolah Menengah Atas terdapat pula Sekolah Kejuruan. Konsep pemisahan antara sekolah umum dan sekolah menengah adalah bentuk pelaksanaan demokrasi, yang memberikan kesempatan kepada warganegara untuk mengikuti pendidikan sesuai keinginannya. Penyediaan sekolah kejuruan bertujuan untuk menampung aspirasi warganegara yang tidak menginginkan pendidikan umum.
Namun sejalan dengan perkembangan dan tuntutan pendidikan di jepang timbullah sebuah pemikiran untuk mengintegrasikan pendidikan umum dan pendidikan kejuruan. Reformasi yang dilakukan bukan berarti mengintegrasikan antara SMA dan SMK, namun meramu kurikulum baru yang seimbang antara konten akademik dan konten vokasionalnya. Dengan usulan itu, maka kurikulum SMK pun harus dilengkapi dengan pendidikan umum selain pendidikan kejuruan demikian pula sebaliknya.
Salah satu contoh sekolah yang menerapkan pendidikan umum dan pendidikan kejuruan adalah SMA Negeri favorit di Nagano yaitu SMA Tatsuno. Pendidikan umum di SMA Tatsuno dibagi dalam 3 jurusan, yaitu Jurusan Bahasa yang merupakan jurusan untuk melanjutkan ke Fakultas Bahasa, Akademi/College, atau bercita-cita menjadi pegawai negeri. Jurusan kedua adalah Jurusan Sains yang mempersiapkan siswa untuk meneruskan ke Perguruan Tinggi jurusan sains. Dan yang ketiga adalah Jurusan Kesejahteraan dan Keluarga yaitu jurusan yang mempersiapkan siswa untuk meneruskan ke PT jurusan sosial kemasyarakatan. Pendidikan Kejuruan di Tatsuno adalah pendidikan bisnis, yang dibagi menjadi tiga jurusan, yaitu Jurusan Akuntansi, Jurusan Informasi, dan Jurusan Manajemen. Jurusan Akuntansi mempersiapkan siswa untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi pada jurusan terkait. Jurusan Informasi menekankan kepada penguasaan multimedia dan penyusunan informasi bisnis, dengan sasaran melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Jurusan Manajemen memfokuskan kepada kegiatan manajemen bisnis, marketing dan etika berbisnis.
Beberapa sekolah swasta juga menyelenggarakan pendidikan umum dan pendidikan kejuruan. Salah satu contohnya adalah SMA terkenal di Gifu, yaitu SMA Chukyo. Sekolah ini terkenal sebagai gudang atlet-atlet ternama Jepang, bahkan Klub baseballnya juga beberapa kali memenangkan kompetisi baseball se-Jepang. Jurusan yang ditawarkan SMA Chukyo adalah : 1) Excellent Course, yaitu jurusan yang mempersiapkan lulusannya untuk dapat masuk ke Universitas Negeri dan Swasta ternama dan pada jurusan yang ternama pula seperti Kedokteran Tokyo University, atau Kyouto University. Pada jurusan ini menawarkan pembinaan siswa per siswa yang dilakukan serius dengan membatasi jumlah siswa per kelas. 2) Ecshed Course, yaitu jurusan yang menekankan kepada sains, 3) Literature and Science Course, menekankan kepada pemahaman budaya dan sains. 4) International Course, tujuannya menguasai pembelajaran Bahasa Inggris dan menyiapkan diri melanjutkan ke PT jurusan bahasa atau yang terkait. Program ini menawarkan program tinggal di Kanada selama satu tahun. 5) Sports Course, menyiapkan siswa untuk menjadi atlet ternama. 6) Progress Course, menawarkan kegiatan belajar mandiri, 7) Information Business Course, mempelajari penguasaan multimedia, IT, pemrograman dan mempelajari manajemen bisnis.
f. Pendidikan Tinggi
Di Jepang secara umum ada 2 jenis perguruan tinggi yaitu Daigaku (Universitas) dan Tanki-daigaku (junior college). Lamanya pendidikan Daigaku adalah 4 tahun kecuali pada program-program kedokteran. Sedangkan pada tanki daigaku selama 2 sampai 3 tahun. Untuk masuk ke Perguruan Tinggi di jepang harus mengikuti proses seleksi yang sangat ketat dengan tingkat kompetisi yang tinggi. Awalnya mereka mengikuti Achievement tes (tes tertulis) yang diadakan serentak sama seperti SPMB di Indonesia. Setelah itu calon mahasiswa harus mengikuti interviuw, tes essay dan ujian-ujian lain yang diselenggarakan oleh Pergururuan Tinggi.

g. Pendidikan non formal
Pendidikan non formal di Jepang dikenal sebagai pendidikan sosial. Banyak tersedia untuk pendidikan non formal seperti pendidikan untuk remaja, usia lanjut, atau hobi seperti surat menyurat. Kegiatan pendidikan non formal di Jepang rata-rata dilaksanaan oleh lembaga non pemerintah seperti lembaga persuratkabaran, lembaga penyiaran, toko-toko, perusahaan dan lain-lain.

3. Sistem Penilaian
Tahun ajaran baru di sekolah-sekolah Jepang dimulai pada bulan April dan diakhiri pada bulan Maret tahun depannya. Sistem ini berlaku sama dari mulai TK hingga Perguruan Tinggi. Berbeda dengan Indonesia yang mengenal sistem dua semester, sekolah-sekolah di Jepang masih menggunakan sistem CAWU atau three terms, yaitu CAWU I dari April - Juli, CAWU II September- Desember, dan CAWU III dari bulan Januari hingga Maret. Liburan terpanjang ada pada bulan Agustus-September, yaitu selama 40 hari (liburan musim panas).
Sejak bulan September 1992 Jepang menerapkan sistem 5 hari sekolah (Senin-Jumat), yang awalnya hanya diterapkan sekali sebulan, yaitu pada pekan pertama saja. Kemudian sejak April 1995, diterapkan dua kali sebulan, yaitu pada pekan ke-2 dan pekan terakhir. Dengan sistem ini hari efektif sekolah selama setahun sebanyak 220 hari. Angka ini tergolong tinggi dibandingkan dengan negara anggota OECD lainnya.
Sistem akselerasi atau kelas percepatan untuk anak pandai juga tidak ada di Jepang, tetapi pada tahun 1990, MEXT pernah mengeluarkan kebijakan untuk mengijinkan anak di bawah 18 tahun melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Kesempatan ini terutama diberikan kepada anak jenius di bidang matematika dan sains. Namun kebijakan ini kelihatannya tidak berlanjut, karena asas homogenitas kelihatannya masih tetap kuat dipertahankan oleh para pendidik.
Pendidikan dasar (shougakkou) tidak mengenal ujian kenaikan kelas, tetapi siswa yang telah menyelesaikan proses belajar di kelas satu secara otomatis akan naik ke kelas dua, demikian seterusnya. Ujian akhir pun tidak ada, karena SD dan SMP masih termasuk kelompok compulsoy education atau pendidikan dasar, sehingga siswa yang telah menyelesaikan studinya di tingkat SD dapat langsung mendaftar ke SMP.
Penilaian proses belajar dilakukan dengan ulangan harian yang bertujuan untuk mengecek daya tangkap siswa. Penilaian ulangan tidak menggunakan angka melainkan dengan huruf : A, B, C, kecuali untuk matematika. Tes IQ dilakukan pada siswa kelas 4 hingga kelas 6 untuk melihat kemampuan dasar siswa. Data ini tidak dipergunakan untuk mengelompokkan siswa berdasarkan hasil test IQ-nya, tetapi untuk memberikan perhatian lebih kepada siswa dengan kemampuan di atas normal atau di bawah normal. Siswa-siswa di Jepang tidak dikelompokkan berdasarkan kepandaian, tetapi semua anak dianggap `bisa` mengikuti pelajaran, sehingga kelas berisi siswa dengan beragam kemampuan akademik.
Di tingkat SMP dan SMA ada dua kali ulangan yaitu mid test dan final test, tetapi tidak bersifat wajib ataupun nasional. Di beberapa prefecture (daerah) yang melaksanakan ujian, final test dilaksanakan serentak selama tiga hari, dengan materi ujian yang dibuat oleh sekolah berdasarkan standar dari Educational Board di setiap prefektur. Penilaian kelulusan siswa SMP dan SMA tidak berdasarkan hasil final test, tapi akumulasi dari nilai test sehari-hari, ekstra kurikuler, mid test dan final test. Dengan sistem seperti ini, tentu saja hampir 100% siswa naik kelas atau dapat lulus.
Selanjutnya siswa lulusan SMP dapat memilih SMA yang diminatinya dengan mengikuti ujian masuk SMA yang bersifat standar, artinya soal ujian dibuat oleh Educational Board di setiap prefektur. Di Aichi prefecture, SMA-SMA dikelompokkan dengan pengelompokan A, B. Pengelompokan tersebut dibuat dalam proses memilih SMA. Setiap siswa dapat memilih satu sekolah di kelompok A dan satu sekolah di kelompok B. Jika siswa lulus dalam kelompok A, maka secara otomatis dia gugur dari kelompok B. Dalam memilih SMA, siswa berkonsultasi dengan guru, orang tua atau disediakan lembaga khusus di Educational Board yang bertugas melayani konsultasi dalam memilih sekolah. Ujian masuk pun hampir serentak di seluruh Jepang dengan bidang studi yang sama yaitu, Bahasa Jepang, English, Math, Social Studies, dan Science. Di level ini siswa dapat memilih sekolah di distrik lain.
4. Kualifikasi Guru
Guru-guru sekolah dasar dan sekolah menengah di Jepang dididik dan dilatih oleh lembaga-lembaga pendidikan tinggi, seperti univeristas (daigaku) dan junior college (junior daigaku) yang dipilih oleh kementerian Pendidikan. Untuk menjadi pengajar sekolah dasar atau sekolah menengah negeri seorang calon harus mengikuti sistem rekrutmen. Pengangkatan dilakukan oleh dewan pendidikan distrik. Pengangkatan dilakukan atas dasar rekomendasi superinden distrik berdasarkan hasil ujian rekrutmen.
Sertifikat mengajar untuk sekolah dasar hanya membolehkan guru mengajar pada sekolah dasar untuk seluruh mata pelajaran. Demikian juga guru yang yang memperroleh sertifikat mengajar untuk sekolah menengah hanya boleh mengajar di sekolah menengah dan membolehkan mereka mengajar hanya pada satu mata pelajaran saja.
Untuk mendapatkan tugas tambahan seperti kepala sekolah dan wakil kepala sekolah harus mengikuti serangkaian ujian dan menyelesaikan ”inservece training” khusus. Guru-guru di Jepang memiliki tingkat profesional yang lebih baik di bandingkan dengan Amerika Serikat. Guru-guru di Jepang dapat diberikan sanksi oleh sesama rekan profesi jika tidak menjalankan profesinya dengan baik
Sejalan dengan kualitas dan profesionalitas yang tinggi. Gaji guru di Jepang sangat memadai, sehingga guru-guru di Jepang sangat dihormati dan mendapat tempat. Guru-guru di Jepang mendapatkan gaji 1,77 kali gaji pegawai perusahaan dan merupakan gaji tertinggi di negara asia. Data yang dikutip dari buku Education at a Glance-nya OECD (Japan) menyebutkan bahwa seorang guru yang baru mengajar akan memperoleh 156,500 yen per bulan atau sekita 12 juta rupiah. Guru yang telah bekerja selama 20 tahun akan memperoleh gaji sebesar 362,900 yen atau setara dengan Rp 27,324,555 rupiah per bulan. Selain medapatkan gaji bulanan guru juga memperoleh pendapatan tambahan (adjusment allowance) sebesar 4% gaji bulanan. Bonus juga akan didapatkan 2 kali dalam setahun yaitu bulan Juni dan Desember sebesar 4.65% gaji bulanan. Sehingga guru yang bekerja selama 20 tahun akan menerima total penghasilan per bulan sebesar 362,900 plus (362,900×4%) = 377,416 yen. Dan akan menerima gaji per tahun sebesar 362,900×12 ditambah (362,900×4%x12) dan bonus (363,900×4.65%x2) sehingga total pendapatan 4,562,741.7 yen atau sekitar Rp342.205.627.500. Dengan gaji sebesar itu guru di Jepang tidak diperbolehkan melakukan kerja sambilan.

5. Anggaran Pendidikan
Berikut ini adalah contoh anggaran pendidikan Jepang tahun 1997 yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan, Olahraga, Budaya dan Teknologi Jepang (MEXT). Pada tahun 1997 anggaran pendididkan Jepang adalah sebesar 5,270.5 billion yen. Berikut adalah alokasi anggaran yang diterbitkan oleh MEXT
MEXT’s General Budget for FY2007 graph

Anggaran terbesar dialokasikan untuk pembinaan dan pengembangan compulsory education (wajib belajar), yaitu untuk pembayaran SPP siswa yaitu 31.6% dari total anggaran. Pengeluaran terbesar kedua adalah untuk manajemen pendidikan tinggi yang beralih status dari universitas negeri menjadi “koujinka” (Corporation Law), semacam BHMN di Indonesia. Dana untuk kegiatan ini sebesar 22.9% dari total anggaran. Perubahan status universitas di Jepang adalah sebagai langkah privatisasi instansi negara yang sudah dimulai sejak masa PM Koizumi. Anggaran terbesar ketiga adalah untuk pengembangan sains dan teknologi (16%). Di SMP dan SMA Jepang, 2 tahun yang lalu telah diperkenalkan program Super Science, berupa peningkatan value materi sains, dan penambahan perlengkapan eksperimen di sekolah. Sebagian besar dana disalurkan untuk penelitian sains di universitas. Anggaran selanjutnya adalah untuk membantu sekolah atau universitas swasta, sebesar 8.6% dari total anggaran. Dari dana ini bagian terbesar diberikan kepada universitas swasta. Sekolah-sekolah swasta di Jepang mendapat bantuan dana dari MEXT dan juga pemerintah daerah setempat, tergantung kepada tingkat keperluan. Anggaran selanjutnya adalah untuk life long learning education contohnya olahraga dan anggaran untuk mahasiswa asing. Tahun ini beasiswa yang dikeluarkan oleh MEXT untuk mahasiswa asing sebesar 175,000 yen per kepala, yang ada rencana akan diturunkan menjadi 160,000 yen per Oktober tahun ini. Anggaran lainnya adalah untuk kebijakan energi berupa penggunaan peralatan listrik yang diperlukan saat musim panas (AC) atau heater (saat musim panas), penggunaan listrik dan air. Dana untuk keperluan ini sebesar 4.2% total anggara, lalu 2.3% anggaran dipakai untuk pemberian beasiswa kepada anak-anak Jepang, 2% untuk pemeliharaan fasilitas sekolah negeri, 1.9% untuk kegiatan budaya, 1% untuk grant pemeliharaan fasilitas universitas negeri, dan 0.8% untuk pemesanan dan pembelian buku pelajaran.
6. Permasalahan Pendidikan Jepang
Permasalah pertama yang masih dimiliki Jepang saat ini adalah banyaknya guru SMA yang tidak mengajarkan secara lengkap mata pelajaran ke siswanya yang mempengaruhi kelulusan mereka. Tiga mata pelajaran yang disoroti adalah sejarah dunia (”sekai-shi”), sejarah nasional (”nihon-shi”) dan geografi (”chiri”). Tercatat lebih dari 60 SMA di 11 propinsi di Jepang yang tidak mengajarkan sejarah dunia (”sekai-shi”), padahal ini mata pelajaran wajib. Menurut aturan Monbukagakusho, sekai-shi adalah mata pelajaran wajib SMA yang harus diikuti siswa. Sedangkan geografi (”chiri”) dan sejarah nasional Jepang (”nihon-shi”) adalah mata pelajaran pilihan tetapi siswa harus mengikuti satu diantara keduanya. Alasan yang dikemukan oleh pihak sekolah adalah menyajikan mata pelajaran yang sesuai dengan yang diujikan saat masuk ke perguruan tinggi. Banyaknya siswa yang masuk keperguruan tinggi mengangkat nama baik sekolah sehinggga banyak sekolah yang berkosentrasi pada mata pelajran yang diujiankan pada saat masuk perguruan tinggi.
Permasalahan yang kedua adalah para siswa yang terbebani tugas berat. Apabila dilihat lebih jauh ternyata sistem pendidikan Jepang jika dilihat dengan kacamata teori pendidikan barat bisa dikategorikan sebagai suatu sistem pendidikan tradisional. Pemerintah pusat memegang kontrol pendidikan, termasuk menentukan kurikulum yang berlaku secara nasional baik bagi sekolah negeri ataupun sekolah swasta. Pengajaran menekankan hafalan dan daya ingat untuk menguasai materi pelajaran yang diberikan. Materi pelajaran diarahkan agar murid bisa lulus ujian akhir atau test masuk ke sekolah lebih tinggi, tidak mengembangkan daya kritis dan kemandirian murid. Semua murid diperlakukan sama, tidak ada treatment khusus untuk murid yang tertinggal. Sekolah menekankan pada diri murid sikap hormat dan patuh kepada guru dan sekolah. Dengan singkat sistem pendidikan Jepang dapat dikatakan suatu sistem pendidikan yang “kaku, seragam dan tiada pilihan bagi anak didik”. Meskipun anak didik di Jepang memiliki prestasi lebih tinggi dari pada prestasi anak Amerika, namun hal itu dicapai dengan pengorbanan yang tidak ringan. Antara lain murid-murid di Jepang tidak bisa “menikmati” enaknya sekolah. Sebab dari waktu ke waktu anak didik di Jepang dikejar-kejar oleh pekerjaan rumah, ulangan dan ujian. Hasilnya murid-murid Amerika lebih independent dan innovative dalam berfikir,
Dibalik sistem pendidikan di Jepang yang kaku dan seragam tersebut sebenarnya ada beberapa hal yang patut diperhatikan. Pertama penegakkan disiplin patuh terhadap guru dan sekolah menyebabkan anak didik di Jepang secara menggunakan waktu sekolah lebih besar dari pada anak-anak sekolah di Amerika Serikat. Kedua, sistem pendidikan di Jepang telah berhasil melibatkan orang tua anak didik dalam pendidikan anak-anaknya. lbu, khususnya senantiasa memperhatikan, memberikan pengawasan dan bantuan belajar kepada anak-anaknya. Ketiga, di luar sekolah berkembang kursus-kursus yang membantu anak didik untuk mempersiapkan ujian atau mendalami mata pelajaran yang dirasa kurang. Keempat, status guru dihargai dan gaji guru relatif tinggi. Hal ini mengakibatkan pekerjaan guru mempunyai daya tarik.

C. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dilakukan dalam makalah dapat maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Struktur pendidikan di Jepang sama dengan sistem pendidikan di Indonesia yaitu prasekokah, sekolah dasar, sekolah menengah dan perguruan tinggi.
2. Kurikulum disusun dan diperbaiki 10 tahun sekali oleh sebuah komite khusus dibawah kontrol Kementerian Pendidikan (MEXT). Komisi Kurikulum terdiri dari wakil dari Teacher Union, praktisi dan pakar pendidikan, wakil dari kalangan industri, dan wakil MEXT
3. Siswa di tingkat pendidikan dasar di Jepang naik kelas secara otomatis, dan jika ada anak usia sekolah tidak bersekolah maka orang tuanya mendapatkan sanksi hukum
4. Guru di Jepang memiliki tingkat kesejahteraan tinggi dengan gaji yang memadai dan status sosial yang baik,
5. Anggaran pendidikan di Jepang sebagian besar digunakan untuk membiayai pendidikan dasar sebagai pendidikan wajib yang harus ditempuh.
6. Problem pendidikan di jepang adalah homogenitas, beberapa pelajaran sejarah yang tidak diajarkan di sekolah menengah atas dan siswa yang terbebani dan tertekan oleh beban belajar.


DAFTAR PUSTAKA
M. Arif Bijaksana (2003). Pendidikan Dasar di Jepang tak ikuti Kurikulum. http://republika.co.id diakses tanggal 7 November 2009
Konsultan Hukum Sosial Lokal untuk Hubungan Internasional. Sistem Pendidikan Jepang. Jurnal On line. Diakses tanggal 10 November 2009
Murni Ramli (2009). Menilai Mutu Pendidikan Jepang. Blok Berguru. Diakses tanggal 5 November 2009
Murni Ramli (2009). Penjurusan SMA di Jepang. Blok Berguru. Diakses tanggal 8 November 2009
Murni Ramli (2009). SMA Nakamura: Cara Jepang mengatur jadwal belajar siswa, kalender akademik dan aktifitas sekolah. Blok Berguru. Diakses tanggal 8 November 2009
Murni Ramli (2009). Anggaran Pendidikan Jepang. Blok Berguru. Diakses tanggal 8 November 2009
Suprihatin (2009). Sekolah di Jepang (TK dan SD). http://ict-indonesia.wetpaint.com/. Diakses tanggal 10 November 2009
Tae Ryu (1998). Development in high school physics teaching in Japan. University of Cambrige. Buku Online, diakses tanggal 8 November 209
www. Wikipedia.com. Education-in- Japan. htm. Diakses tanggal 7 November 2009
www. scola.wordpress.com. Perkembangan kurikulum Pendidikan Sains di Jepang diakses tanggal 16 November 2009

Jumat, 27 November 2009

sistem pendidikan di jepang

Sistem Pendidikan Jepang

A. Latar Belakang

Jepang mengalami kehancuran saat perang dunia ke-2, dimana kota Hirosima dan Nagasaki luluh lantak dihantam bom atom. Ada pertanyaan yang sangat menarik yang dilontarkan oleh Kaisar Jepang “Berapa banyak guru yang masih hidup?”. Pertanyaan ini mengandung makna yang sangat dalam. Negara kecil yang miskin sumber daya alam tahu persis bahwa guru memiliki peranan yang sangat penting untuk kemajuan bangsa. Hancurnya bangunan dapat segera diperbaiki, tetapi sektor pendidikan yang hancur dengan tidak tersedianya guru yang memadai akan menjadikan suatu negara terpuruk dalam jangka waktu yang lama. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, Jepang segera bangkit dari kehancuran dengan menerapkan pola pendidikan yang sentralistik, homogen, mengutamakan moral dan bahasa Inggris sebagai pengantar yang efektif. Pendidikan di Jepang mengutamakan pengembangan kemampuan dasar pada generasi muda sehingga generasi muda Jepang menjadi Fleksibel dan dengan cepat menyesuaikan diri dengan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi di masyarakat.

B. Tujuan

Adapun masalah yang di bahas dalam makalah ini adalah:

1. Bagaimana struktur dan jenis pendidikan di Jepang?

2. Bagaimana penyusunan kurikulum di jepang?

3. Bagaimana Ujian kenaikan kelas da sertifikas?

4. Problem Pendidikan SMA di Jepang?

C. Pembahasan

1. Struktur dan jenis pendidikan di Jepang.

Secara umum tidak ada perbedaan antara struktur pendidikan di Jepang dengan di Indonesia yang terdiri atas Taman kanak-kanak, Pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi dan pendidikan non formal.

a. Taman Kanak-Kanak

Sebagian besar anak-anak Jepang memasuki taman kanak-kanak. Usia masuk taman kanak-kanan di jepang adalah 3-5 tahun. Taman kanak-kanak di bawah naungan kementrian pendidikan Jepang (MEXT). Pendidikan taman kanak-kanan merupakan pendidikan pra sekolah. Di samping taman kanak-kanak terdapat juga pendidikan pra sekolah taman kanak-kanak terdapat nursery school. Usia anak pada nursery School juga antara 3-5 tahun. Kegiatan yang dilakukan Nursery School sama dengan taman kanak-kanak. Jika taman kanak-kanan dibawah naungan Kementrian Pendidikan Jepang (MEXT), Nursery School di bawah naungan Kementraian Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial.

b. Pendidikan Dasar.

Usia awal masuk sekolah dasar adalah 6 tahun, dengan lama pendidikan di sekolah dasar 6 tahun. Pendidikan Sekolah Dasar di Jepang 97% adalah sekolah negeri dimana siswa tidak dipungut biaya dengan fasilitas sekolah yang lengkap, dan buku-buku yang diberikan oleh negara. Wajib belajar di Jepang adalah 6 sampai dengan 15 tahun. Hal ini sama dengan di Indonesia yang terdiri dari SD dan SMP. Demikian juga di Jepang Wajib belajar sampai dengan SMP. Karena usia tersebut merupakan wajib belajar maka jika pada usia tersebut ada orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya akan mendapat sanksi hukum dan bisa dipenjarakan. Pendidikan di Jepang rata-rata ”bersifat kaku” dan sentralistrik. Dimana bahwa ide mengenai kebinekaan merupakan hal yang ”kurang wajar” dan jarang terjadi di Jepang. Semua guru berpegang teguh pada kurikulum yang telah ditetapkan secara terpusat. Saat ini sistem pendidikan di Jepang sudah mengalami perbaikan sejak tahun 1998, dimana telah diterapkan gagasan-gagasan baru mengenai pelaksanaan pendidikan di sekolah dasar dan menengah. Pada kenyataannya di lapangan sikap guru tidak mengalami perubahan.

c. Pendidikan Menengah.

Pendidikan menengah di Jepang terdiri dari dua level yaitu SMP dan SMA. SMP merupakan wajib belajar. Seperti halnya di SD, SMP-SMP jepang 97% merupakan sekolah negeri dan hanya 3% saja yang dikelola oleh swasta. Sekolah-sekolah yang dikelola oleh swasta biasanya memiliki ciri khas seperti keagamaan. Pada level ini siswa diberikan pembelajaran vokasional dan bahasa yang digunakan sebagai bahasa pengantar adalah bahasa Jepang. Mata pelajaran terdiri atas mata pelajaran wajib, mata pelajaran pilihan. Mata pelajaran pilihan bersifat ”efektif” dan yang paling banyak digunakan adalah bahasa Inggris. Tamatan SMP dapat melanjutkan ke SMA dengan mengikuti seleksi yang diadakan oleh sekolah masing-masing. Masyarakat menganggap bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi keluarga dan negara. Hampir seluruh siswa SMP dan SMA Jepang memasuki Juku (tempat-tempat kursus) dengan biaya yang mahal. Hal ini menjadikan tingkat kompetitif untuk menuju ke SMA dan PT sangat tinggi. Masa menjelang ujian ini merupakan masa yang paling menyulitkan para orang tua dan siswa.

d. Pendidikan Tinggi

Di Jepang secara umum ada 2 jenis perguruan tinggi yaitu Daigaku (Universitas) dan Tanki-daigaku (junior college). Lamanya pendidikan Daigaku adalah 4 tahun kecuali pada program-program kedokteran. Sedangkan pada tanki daigaku selama 2 sampai 3 tahun.

Untuk masuk ke Perguruan Tinggi di jepang harus mengikuti proses seleksi yang sangat ketat dengan tingkat kompetisi yang tinggi. Awalnya mereka mengikuti Achievement tes (tes tertulis) yang diadakan serentak sama seperti SPMB di Indonesia. Setelah itu calon mahasiswa harus mengikuti interviuw, tes essay dan ujian-ujian lain yang diselenggarakan oleh Pergururuan Tinggi.

e. Pendidikan non formal

Pendidikan non formal di Jepang dikenal sebagai pendidikan sosial. Banyak tersedia untuk pendidikan non formal seperti pendidikan untuk remaja, usia lanjut, atau hobi seperti surat menyurat. Kegiatan pendidikan non formal di Jepang rata-rata dilaksanaan oleh lembaga non pemerintah seperti persuratkabaran, lembaga penyiaran, toko-toko, perusahaan dan lain-lain.

2. Penyusunan Kurikulum di Jepang.

Seperti halnya di Indonesia, di Jepang pun kurikulum disusun oleh sebuah komite khusus dibawah kontrol Kementerian Pendidikan (MEXT). Komisi Kurikulum terdiri dari wakil dari Teacher Union, praktisi dan pakar pendidikan, wakil dari kalangan industri, dan wakil MEXT. Komisi ini bertugas mempelajari tujuan pendidikan Jepang yang terdapat dalam Fundamental Education Law (Kyouiku kihonhou), lalu menyesuaikannya dengan perkembangan yang terjadi baik di dalam maupun luar negeri. Namun, karena unsur politik sangat kental mewarnai wakil-wakil yang duduk dalam komisi ini maka tak jarang terjadi perdebatan panjang terutama antara wakil teacher union dan wakil kementerian dalam penyusunan draft kurikulum. Pembaharuan kurikulum di Jepang berlangsung setiap 10 tahun sekali, dan kurikulum terbaru yang diterbitkan di tahun 1998 adalah pembaharuan ketujuh sejak kurikulum yang diterapkan pada Perang Dunia II. Kurikulum 1998 membawa angin baru dalam dunia pendidikan Jepang. Kurikulum ini berbeda dengan kurikulum sebelumnya berdasarkan konsep yang dibawanya yaitu pendidikan yang berorientasi kepada pengembangan beragam personality siswa, bukan seperti sebelumnya yaitu common education, atau pendidikan yang sama untuk semua siswa.Guru-guru di Jepang sejak perang percaya bahwa pendidikan harus bersifat massal dan sama, bahkan pendidikan yang menjurus kepada kekhasan tertentu atau menerapkan pola/metode yang lain daripada yang lain dianggap salah. Guru-guru Jepang senantiasa menjaga image bahwa semua siswa harus memiliki prestasi yang sama, kedisiplinan yang sama dengan sistem pendidikan yang serupa. Namun adanya kurikulum baru menyadarkan mereka bahwa setiap anak punya potensi yang berbeda dengan lainnya, dan inilah yang harus dibina.Kurikulum yang baru bersifat fleksibel dan memungkinkan sekolah untuk meramu kurikulum sendiri berdasarkan kondisi daerah, sekolah dan siswa yang mendaftar. Sebagai contoh, di SMP, selain mata pelajaran wajib, siswa juga ditawarkan dengan mapel pilihan.

Dengan adanya kurikulum baru ini, training besar-besaran dilakukan untuk mengubah pola pikir guru-guru Jepang. MEXT juga merevisi beberapa buku pelajaran, dan secara hampir bersamaan mengusulkan pemberlakuan 5 hari sekolah dan adanya jam khusus untuk pengembangan jiwa sosial siswa melalui integrated course atau sougoteki jikan.

Kurikulum di level sekolah disusun dengan kontrol penuh dari The Board of Education di Tingkat Prefectur dan municipal (distrik). Karena kedua lembaga ini masih terkait erat dengan MEXT, maka pengembangan kurikulum Jepang masih sangat kental sifat sentralistiknya. Namun rekomendasi yang dikeluarkan oleh Central Council for Education (chuuou shingi kyouiku kai) pada tahun 1997 memungkinkan sekolah berperan lebih banyak dalam pengembangan kurikulum di masa mendatang.

Beberapa hal berikut harus diperhatikan ketika sekolah menyusun kurikulumnya :1. Mengacu kepada standar kurikulum nasional, 2. Mengutamakan keharmonisan pertumbuhan jasmani dan rohani siswa, 3. Menyesuaikan dengan lingkungan sekitar, 4. Memperhatikan step perkembangan siswa, 5. Memperhatikan karakteristik course pendidikan/jurusan pada level SMA
Secara garis besar penyusunan kurikulum sekolah adalah sebagai berikut :1. Menetapkan tujuan sekolah 2. Mempelajari standar kurikulum, dan korelasinya dengan tujuan sekolah 3. menyusun course wajib dan pilihan untuk SMP dan SMA4. Mengalokasikan hari efektif sekolah dan jam belajar.

3. Ujian Kenaikan Kelas dan Sertifikasi

a. Ujian Kenaikan Kelas

Tahun ajaran baru di sekolah-sekolah Jepang dimulai pada bulan April dan diakhiri pada bulan Maret tahun depannya. Sistem ini berlaku sama dari mulai TK hingga Perguruan Tinggi. Berbeda dengan Indonesia yang mengenal sistem dua semester, sekolah-sekolah di Jepang masih menggunakan sistem CAWU atau three terms, yaitu CAWU I dari April - Juli, CAWU II September- Desember, dan CAWU III dari bulan Januari hingga Maret. Liburan terpanjang ada pada bulan Agustus-September, yaitu selama 40 hari (liburan musim panas). Pada bulan September 1992, mulai diterapkan sistem 5 hari sekolah (Senin-Jumat), yang awalnya hanya diterapkan sekali sebulan, yaitu pada pekan pertama saja. Kemudian sejak April 1995, diterapkan dua kali sebulan, yaitu pada pekan ke-2 dan pekan terakhir. Dengan sistem ini hari efektif sekolah selama setahun sebanyak 220 hari. Angka ini tergolong tinggi dibandingkan dengan negara anggota OECD lainnya. Usia 6 tahun adalah usia masuk SD. Karena termasuk dalam pendidikan wajib, maka pemerintah setempat akan menghukum orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya pada usia pendidikan wajib, yaitu tingkat SD dan SMP. Jepang tidak mengenal sistem mengulang kelas. Semua anak yang sudah menyelesaikan level atau kelas tertentu, secara otomatis naik ke kelas berikutnya. Sehingga setiap kelas akan berisi anak-anak dengan umur yang sama. Sistem akselerasi atau kelas percepatan untuk anak pandai juga tidak ada di Jepang, tetapi pada tahun 1990, MEXT pernah mengeluarkan kebijakan untuk mengijinkan anak di bawah 18 tahun melanjutkan ke PT. Kesempatan ini terutama diberikan kepada anak jenius di bidang matematika dan sains. Namun kebijakan ini kelihatannya tidak berlanjut, karena asas homogenitas kelihatannya tetap kuat dipertahankan oleh para pendidik.

b. Sertifikasi Guru

Guru-guru sekolah dasar dan sekolah menengah di Jepang dididik dan dilatih di lembaga-lembaga pendidikan tinggi, yaitu univeristas (daigaku) dan program pascasarjana serta junior college (junior daigaku) yang dipilih oleh kementerian Pendidikan. Sertifikat mengajar sebagaimana di atur oleh undang-undang dijamin selama-lamanya oleh Dewan Pendidikan distrik dan berlaku disemua distrik.

Sertifikat mengajar untuk sekolah dasar hanya membolehkan mengajar guru mengajar pada sekolah dasar dengan mengajar seluruh mata pelajaran. Demikian juga guru yang yang memperroleh sertifikat mengajar untuk sekolah menengah hanya boleh mengajar di sekolah menengah dan membolehkan mereka mengajar hanya pada satu mata pelajaran saja.

Untuk menjadi pengajar sekolah dasar atau sekolah menengah negeri seorang calon harus mengikuti sistem rekrutmen. Pengangkatan dilakukan dengan dewan pendidikan distrik atas dasar rekomendasi superinden distrik dengan dari hasil ujian rekrutmen. Setelah itu diangkat menjadi pegawai dewan distrik daerah.

Posisi untuk mendapatkan tugas tambahan seperti kepala sekolah dan wakil kepala sekolah harus mengikuti serangkaian ujian dan menyelesaikan ”inservece training” khusus. Untuk mendapatkan guru yang berkualitas guru-guru di Jepang memperoleh gaji yang memadai. Sehingga guru-guru di Jepang sangat dihormat dan mendapat tempat serta sistem penggajain yang baik. Guru-guru di Jepang mendapatkan gaji 1,77 kali gaji pegawai perusahaan dan merupakan gaji tertinggi di negara asia. Gaji ini 95% dari gaji di Amerika Serikat.

Guru-guru di Jepang memiliki tingkat profesional yang lebih baik di bandingkan dengan Amerika Serikat. Guru-guru di Jepang dapat diberikan sanksi oleh sesama rekan profesi jika tidak menjalankan profesinya dengan baik. Keunggulan lain dari guru di Jepang tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan lain “part time jobs” karena mereka mendapatkan penghasilan yang layak, jauh lebih tinggi dari pegawai di instansi nasional manapun. Hal ini yang membedakan dengan guru-guru di negara lain termasuk di Amerika Serikat dan Indonesia.

4. Problem Pendidikan di Jepang

a. Problem Pendidikan SMA di Jepang

Di Jepang diberitakan kasus banyaknya guru SMA yang tidak mengajarkan secara lengkap mata pelajaran ke siswanya yang mempengaruhi kelulusan mereka. Tiga mata pelajaran yang disorot : sejarah dunia (”sekai-shi”), sejarah nasional (”nihon-shi”) dan geografi (”chiri”). Tercatat lebih dari 60 SMA di 11 propinsi di Jepang yang tidak mengajarkan sejarah dunia (”sekai-shi”), padahal ini mata pelajaran wajib. Menurut aturan Monbukagakusho, sekai-shi adalah mata pelajaran wajib SMA yang harus diikuti siswa. Sedangkan geografi (”chiri”) dan : sejarah nasional Jepang (”nihon-shi”) adalah mata pelajaran pilihan, yang siswa harus mengikuti satu diantara keduanya.

Alasan pihak sekolah adalah menyajikan ramuan mata pelajaran yang sesuai dengan yang diujikan saat masuk ke perguruan tinggi. Bahkan di salah satu SMA, sejak 3 tahun lalu tidak mengajarkan secara lengkap ketiga mata pelajaran itu, karena adanya permintaan dari siswa agar pelajaran dikonsentrasikan pada materi yang diujikan di ujian masuk perguruan tinggi. Senta-shiken (National Center Test for University Admissions) memang hanya mensyaratkan satu pilihan saja diantara sejarah nasional, sejarah dunia dan geografi. Disamping itu, hanya 2 university yang mengujikan mata pelajaran sekai-shi di ujian masuk, yaitu Todai dan Kyodai. Padahal bagi pihak SMA, masuknya siswanya ke sekolah yang bagus merupakan faktor penting untuk mengangkat gengsi SMA tersebut. Semakin banyak siswa yang masuk ke perguruan tinggi terkenal, tanda bahwa mutu pendidikan di SMA itu sangat bagus. Hal ini yang menyebabkan beberapa SMA di Jepang tidak mengajarkan mata pelajaran yang diwajibkan oleh Monbukagakusho itu, dan berkonsentrasi pada mata pelajaran yang diujikan saja.

b. Siswa Jepang terbebani tugas yang berat

Dimana letak kehebatan sistem pendidikan di Jepang ? Para ahli dan pengamat pendidikan boleh kecewa. Ternyata sistem pendidikan Jepang, kalau dilihat dengan kacamata teori pendidikan barat, bisa dikategorikan sebagai suatu sistem pendidikan tradisional. Pemerintah pusat memegang kontrol pendidikan, termasuk menentukan kurikulum yang berlaku secara nasional baik bagi sekolah negeri ataupun sekolah swasta. Pengajaran menekankan hafalan dan daya ingat untuk menguasai materi pelajaran yang diberikan. Materi pelajaran diarahkan agar murid bisa lulus ujian akhir atau test masuk ke sekolah lebih tinggi, tidak mengembangkan daya kritis dan kemandirian murid. Semua murid diperlakukan sama, tidak ada treatment khusus untuk murid yang tertinggal. Sekolah menekankan pada diri murid sikap hormat dan patuh kepada guru dan sekolah. Dengan singkat sistem pendidikan Jepang dapat dikatakan suatu sistem pendidikan yang “kaku, seragam dan tiada pilihan bagi anak didik”. Di fihak lain, sebanyak 78 halaman laporan team Jepang antara lain menyatakan pujiannya atas fleksibilitas sistem pendidikan Amerika Serikat. Di samping itu, juga disebut dan bahwa meski anak didik di Jepang memiliki prestasi lebih tinggi dari pada prestasi anak Amerika, namun hal itu dicapai dengan pengorbanan yang tidak ringan. Antara lain murid-murid di Jepang tidak bisa “menikmati” enaknya sekolah. Sebab dari waktu ke waktu anak didik di Jepang dikejar-kejar oleh pekerjaan rumah, ulangan dan ujian. Hasilnya murid-murid Amerika lebih independent dan innovative dalam berfikir, dan juga sudah barang tentu lebih bahagia dibandingkan dengan anak-anak didik di Jepang. Namun demikian, kuranglah tepat kalau secara tegas ditarik kesimpulan bahwa sistem pendidikan yang menekankan disiplin dan hafalan serta daya ingat sebagaimana yang diterapkan di Jepang lebih hebat dari pada sistem pendidikan yang menekankan kebebasan, kemandirian dan kreatifitas individual sebagaimana yang diterapkan di Amerika Serikat. Dibalik sistem pendidikan di Jepang yang kaku dan seragam tersebut sebenarnya ada beberapa hal yang patut dicatat. Pertama, dengan menegakkan disiplin patuh terhadap guru dan sekolah menyebabkan anak didik di Jepang secara riil menggunakan waktu sekolah lebih besar dari pada anak-anak sekolah di Amerika Serikat. Kedua, sistem pendidikan di Jepang telah berhasil melibatkan orang tua anak didik dalam pendidikan anak-anaknya. lbu, khususnya senantiasa memperhatikan, memberikan pengawasan dan bantuan belajar kepada anak-anaknya. Tambahan lagi, lbu-ibu ini terus secara berkesinambungan membuat kontak dengan para guru. Ketiga, di luar sekolah berkembang kursus-kursus yang membantu anak didik untuk mempersiapkan ujian atau mendalami mata pelajaran yang dirasa kurang. Keempat, status guru dihargai dan gaji guru relatif tinggi. Hal ini mengakibatkan pekerjaan guru mempunyai daya tarik. Di fihak lain, pendidikan di Amerika tidaklah sebagaimana digambarkan orang, dimana anak didik mempunyai kesempatan yang luas untuk mengembangkan kreatifitasnya. Penelitian nasional yang dilakukan oleh Goodlad yang kemudian diterbitkan menjadi buku yang berjudul “A Place called school” ternyata menunjukkan sesuatu yang lain. Antara lain disebutkan ternyata hanya sekitar 5 % dari waktu jam pelajaran yang digunakan untuk berdiskusi. Sebagian besar waktu, sekitar 25 % untuk mendengarkan keterangan guru, sekitar 17 % waktu untuk mencatat dan sisa waktu yang lain untuk praktek, mempersiapkan pekerjaan dan test. Jadi dengan kata lain, sistem pendidikan di Amerika tidak sepenuhnya berjalan sebagaimana dicita-citakan para ahli.

D. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dilakukan dalam makalah ini dapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Struktur pendidikan di Jepang sama dengan sistem pendidikan di Indonesia yaitu prasekokah, sekolah dasar, sekolah menengah dan perguruan tinggi.

2. Kurikulum disusun dan diperbaiki 10 tahun sekali oleh sebuah komite khusus dibawah kontrol Kementerian Pendidikan (MEXT). Komisi Kurikulum terdiri dari wakil dari Teacher Union, praktisi dan pakar pendidikan, wakil dari kalangan industri, dan wakil MEXT

3. Sertifikat mengajar sebagaimana di atur oleh undang-undang dijamin selama-lamanya oleh Dewan Pendidikan distrik dan berlaku disemua distrik.

4. Siswa di tingkat pendidikan dasar di Jepang naik kelas secara otomatis, dan jika ada anak usia sekolah tidak bersekolah maka orang tuanya mendapatkan sanksi hokum

5. Problem pendidikan di jepang adalah homogenitas, beberapa pelajaran sejarah yang tidak diajarkan di sekolah menengah atas dan siswa dan terbebani dan tertekan.